BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah dan bangunan merupakan barang
komoditi atau merupakan barang ekonomi yang berpengaruh sangat kuat terhadap
kehidupan bangsa , negara dan penduduknya. Negara sebagai organisasi yang
mengatur dan memerintah rakyat serta kehidupan bernegara demi
mencapaikemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya berkewajiban untuk mengatur tata
hidup dan pendayagunaan tanah baik sebagai barang ekonomi maupun tempat
tinggal. Untuk itu sudah sejak zaman kerajaan sampai dengan berdirinya Negara,
pendayagunaan tanah ini diatur oleh para penguasa atau Negara.
Sesuai dengan amanat yang terkandung
dalam GBHN perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan
sistem yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan
kewajibannya serta memenuhi haknya di bidang perpajakan sehingga dapat
mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta
meratakan pendapatan masyarakat. Di Indonesia, dikenal adanya PBB (Pajak Bumi
dan Bangunan). Sebagai penerus, kita sebagai mahasiswa juga harus memahami
bagaimana seluk beluk PBB.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian PBB dan apa dasar hukumya?
b.
Apa saja yang termasuk objek dan subjek PBB?
c.
Bagaimana tarif dan tata cara
perhitungan PBB?
d.
Bagaimana proses keberatan, banding dan pengurangan dalam PBB?
e.
Apakah yang dimaksud dengan daluwarsa, restitusi dan kompensasi dalam PBB?
1.3 Tujuan Penulisan
a.
Menjelaskan pengertian PBB dan dasar hukumya
b.
Menjelaskan apa saja yang
termasuk objek dan subjek PBB.
c.
Menjelaskan tarif dan tata cara perhitungan PBB.
d.
Menjelaskan proses keberatan, banding dan pengurangan dalam PBB.
e.
Memberikan penjelasan tentang daluwarsa, restitusi dan kompensasi dalam PBB.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
2.1.1 DASAR HUKUM
PBB
adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih ditekankan dalam
pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat dari susunan
pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan perubahannya yang menempatkan
pasal tentang objek pajak lebih dahulu daripada subjeknya.
2.1.2
OBJEK DAN SUBJEK
Objek dari PBB adalah Bumi dan/atau
Bangunan. Menurut UU PBB, Bumi dapat diartikan sebagai permukaan bumi dan tubuh
bumi yang ada dibawahnya. Sedangkan permukaan bumi meliputi tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan / atau perairan. Di dalam
memori penjelasan UU PBB yang termasuk bangunan adalah :
ü jalan
lingkungan dalam suatu komplek bangunan
ü jalan
tol
ü kolam
renang
ü pagar
mewah , taman mewah
ü tempat
olah raga
ü galangan
kapal , dermaga
ü tempat
penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
ü fasilitas
lain yang memberi manfaat
Di dalam UU PBB juga diatur beberapa
objek pajak yang tidak dikenakan PBB yaitu:
ü Objek
yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional
yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
ü Objek
yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan
itu
ü Objek
yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum dibebani
suatu hak
ü Objek
yang dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas perlakuan
timbal balik
ü Objek
yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Kuangan
Subjek dari PBB adalah orang atau badan
yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat
atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan. Apabila subjek pajak tersebut
dikenakan kewajiban membayar pajak maka
subjek pajak tersebut menjadi wajib
pajak.
2.1.3 DASAR
PENGENAAN
Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang mempunyai pengertian sebagai berikut: .harga
rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar,
dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru,
atau nilai jual objek pajak pengganti.
Berdasarkan pengertian NJOP tersebut
terdapat 3(tiga) pendekatan penilaian yang dapat dilakukan untuk menentukan
besarnya NJOP yaitu :
1.
Pendekatan Data Pasar (Market
Data Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan
membandingkan objek yang dinilai dengan objek lain yang sejenis yang telah
diketahui nilai jualnya. Pendekatan ini dapat juga disebut dengan Metode
Perbandingan Harga.
2.
Pendekatan Biaya (
Cost Approach ) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan
menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut.
Biaya yang diperhitungkan adalah biaya bangunan baru kemudian dikurangi dengan
penyusutan yang ada.
3.
Pendekatan Pendapatan (Income
Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan
mengkapitalisasikan pendapatan bersih dari objek tersebut dengan suatu tingkat kapitalisasi
tertentu. Pendekatan ini dapat juga disebut Pendekatan Kapitalisasi.
NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan
setiap 3(tiga) tahun, kecuali daerah tertentu setiap tahun sesuai dengan
perkembangan sosial dan ekonomi setempat. NJOP dikelompokkan kedalam klas-klas
yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik untuk bumi maupun bangunan.
Klasifikasi NJOP bumi terdiri dari
2(dua) kelompok yaitu:
-
Kelompok A (50 klas) dengan klas
tertinggi Rp3.100.000,- per M2 dan klas terendah Rp140,- per M2
-
Kelompok B (50 klas) dengan klas
tertinggi sebesar Rp68.545.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp3.375.000,-
per M2.
Klasifikasi NJOP bangunan terdiri dari
2(dua) kelompok yaitu:
-
Kelompok A (20 klas) dengan klas
tertinggi sebesar Rp1.200.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp50.000,- per
M2
-
Kelompok B (20 klas) dengan klas
tertinggi sebesar Rp15.250.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp1.516.000,-
per M2.
2.2
DASAR PERHITUNGAN DAN CARA
MENGHITUNG PBB
2.2.1. DASAR PERHITUNGAN PBB
Yang
menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu suatu
persentase tertentu dari NJOP. Besarnya NJKP adalah sebagai berikut:
NJKP
= NJOP - NJOPTKP
Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah setinggi-tingginya 0,3%
a. Untuk NJOP sampai dengan Rp 1 Milyar
adalah sebesar 0.1%
b. Untuk NJOP di atas Rp 1 Milyar
adalah sebesar 0.2%
Rumus penghitungan PBB:
PBB = Tarif x NJKP
Tarif pajak dan dasar penghitungan
PBB berdasarkan UU No.28 tahun 2009 mulai berlaku 1 Januari 2010.
2.2.2. BATAS TIDAK KENA PAJAK
Di dalam pengenaan PBB terdapat suatu
batas nilai yang tidak dikenakan pajak yang disebut Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Menurut UU NO.28 tahun 2009, besarnya NJOPTKP untuk
setiap daerah kabupaten/kota serendah-rendahnya Rp. 10.000.000,- dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap
wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu tahun
pajak.
b. Apabila
wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapatkan pengurangan
NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa
digabungkan dengan objek pajak lainnya.
2.2.3 CONTOH SOAL MENGHITUNG PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN.
Pak Irwan mempunyai tanah seluas 500 m2
dengan nilai jual Rp. 400.000/m2. Didalam area tanahnya
terdapat bangunan rumah dengan luas 250 m2 dengan nilai jual Rp.
200.000/m2. Hitunglah besarnya PBB jika diketahui NJOPTKP sebesar
Rp. 12.000.000 dan tarif pajak sebesar 0,2%?
Jawab:
NJOP bumi = 500 x Rp.400.000 = Rp 200.000.000
NJOP rumah = 250 x Rp 200.000 = Rp 50.000.000
NJOP total = Rp 250.000.000
NJKP = NJOP – NJOPTKP
=
Rp 250.000.000 – Rp 12.000.000
=
Rp 238.000.000
PBB = NJKP x tarif PBB
=
Rp 238.000.000 x 0,2%
=
Rp 476.000
2.3 KEBERATAN,
BANDING DAN PENGURANGAN
A.
KEBERATAN PBB
WP
dapat mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP mengenai :
-
Luas tanah/luas bangunan
-
NJOP/ klasifikasi tanah dan atau bangunan
-
Perbedaan penafsiran UU/Peraturan
Keberatan diajukan dalam waktu 3(tiga)
bulan setelah terima SPPT/SKP, lewat waktu tidak dianggap sebagai permohonan keberatan
dan tidak dipertimbangkan. Setelah menerima surat keberatan dari WP, KPPBB/KPP
Pratama meneruskan ke
Kanwil DJP yang harus memproses dalam
waktu 12 bulan, lewat waktu keberatan
dianggap diterima. Hasil proses berupa :
diterima seluruhnya/sebagian, ditolak atau menambah besar pajak terutang. Pengajuan
keberatan oleh WP ini tidak menunda kewajiban membayar pajak. WP yang tidak
setuju atas SK Keberatan dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
B. BANDING PBB
· Pengajuan
banding dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak WP menerima SK Keberatan,
lewat waktu tidak dipertimbangkan.
· Pengajuan
banding dalam bahasa Indonesia dan dilakukan oleh WP/ahli waris/kuasanya
· Satu
surat pengajuan banding untuk satu SK Keberatan.
· Jumlah
pajak terutang harus dibayar lebih dahulu sebesar 50% (lebih lanjut lihat UU
Peradilan Pajak)
C.
PENGURANGAN PBB
Pengurangan PBB dapat diberikan kepada WP dalam hal :
1. Kondisi
tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau sebab- sebab
tertentu lainnya yaitu :
a.
Objek pajak
pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya
sangat
terbatas dan merupakan milik orang pribadi.
b.
Objek pajak milik orang pribadi yang
berpenghasilan rendah yang NJOPnya meningkat karena dampak dari pembangunan.
c.
Objek pajak milik orang pribadi yang
penghasilannya semata-mata dari
pensiunan.
d. Objek pajak milik orang pribadi yang
berpenghasilan rendah.
e. Objek pajak milik anggota veteran.
f. Objek pajak milik Badan yang mengalami
kerugian dan kesulitan
likuiditas
sepanjang tahun.
2.
Objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
3.
WP merupakan anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan
ü Pengurangan
diajukan dalam bahasa Indonesia dan dalam jangka waktu 3(tiga) bulan setelah terima
SPPT/SKP, lewat waktu tidak dipertimbangkan.
ü Dalam permohonan dicantumkan besarnya
pengurangan yang diinginkan dalam prosentase (misal 50%, 75%)
ü Untuk
bencana alam dapat diajukan secara kolektif melalui Lurah/Camat
ü Permohonan
akan diproses oleh KPPBB/KPP Pratama/Kanwil DJP dalam waktu 3(tiga) bulan sejak
diterima dari WP, lewat waktu dianggap diterima
ü KPPBB/KPP
Pratama akan memproses permohonan dengan ketetapan sampai Rp500 juta, lewat
Rp500 juta akan diproses oleh Kanwil DJP
ü Keputusan
terhadap permohonan berupa mengabulkan seluruhnya/sebagian atau menolak.
D.
PEMBETULAN
· Apabila
terjadi salah tulis, salah hitung atau kekeliruan dalam penerapan perundang - undangan
perpajakan yang terdapat dalam SPPT, SKP maupun STP dapat dibetulkan baik atas
permintaan WP maupun tidak.
· Pembetulan
dapat dilakukan tanpa batas waktu akan tetapi apabila pembetulan tersebut
mengakibatkan jumlah pajak terutang bertambah besar, maka pembetulan tersebut
hanya dapat dilakukan apabila hak untuk menetapkan pajak belum kedaluwarsa (10
tahun).
· Hasil
proses pembetulan berupa sama, lebih kecil atau lebih besar dari pajak terutang.
E.
PEMBATALAN
Dalam hal objek pajak tidak ada, atau
hak dari subjek pajak terhadap objek pajak
batal karena putusan pengadilan, atau
objek pajak berubah peruntukan menjadi fasilitas umum atau fasilitas sosial
atau bukti tertentu lainnya, maka dapat dilakukan pembatalan atas SPPT, SKP
maupun STP.
2.4 DALUWARSA, RESTITUSI DAN KOMPENSASI
A. DALUWARSA PBB
PBB mempunyai 2(dua) jenis daluwarsa
yaitu :
1. Daluwarsa Penetapan
Penetapan pajak menjadi daluwarsa
setelah lewat waktu 10 tahun. Namun demikian apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak dibayar atau kurang
bayar atau wajib pajak dikenai hukuman karena tindak pidana perpajakan, maka
Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48% dari pajak yang belum dibayar.
2. Daluwarsa Penagihan
Hak untuk melakukan penagihan pajak
termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan menjadi daluwarsa setelah
masa 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa
pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.
Namun daluwarsa penagihan ini juga
menjadi tertangguh apabila :
- Diterbitkan Surat Tegoran atau Surat
Paksa
- Ada pengakuan hutang dari WP
- Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar / KB Tambahan
B. RESTITUSI dan KOMPENSASI
I. RESTITUSI PBB
Sebab-sebab terjadinya restitusi :
1. Pajak
yang dibayar lebih besar dari pajak terutang karena:
a. Permohonan
pengurangan dikabulkan
b. Permohonan keberatan
dikabulkan
c. Permohonan banding
dikabulkan
d. Perobahan peraturan
2. Pajak
yang dibayar seharusnya tidak terutang, misalnya pembayaran PBB atas rumah
ibadah.
Tata
Cara Pemberian Restitusi
ü Permohoonan
diajukan dalam bahasa Indonesia
ü Lampiran
permohonan :
- fotokopi SPPT/SKP
- fotokopi SK
Pengurangan/ Keberatan/ Banding
- fotokopi STTS ( bukti
bayar )
ü KPPBB/KPP
Pratama melakukan Penelitian/Pemeriksaan dari
permohonan restitusi yang diterima
ü Dari
hasil pemeriksaan kemudian dikeluarkan keputusan berupa :
- SKKP PBB
apabila Pajak yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Terutang
- SPb (Surat
Pemberitahuan) apabila Pajak yang telah dibayar sama dengan Pajak Terutang
- SKP apabila Pajak yang telah dibayar kurang
dari Pajak Terutang
ü Proses
sampai dengan keluarnya Surat Keputusan harus selesai paling lama 12 bulan,
lewat waktu harus diterbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB (SKKP
PBB)
ü Dalam
waktu satu bulan setelah SKKP PBB harus diterbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pembayaran PBB (SPMKP PBB)
ü Apabila
lebih dari satu bulan dari penerbitan SPMKPPBB wajib pajak belum menerima
restitusi maka WP berhak mendapat imbalan bunga sebesar 2% per bulan
ü Apabila
WP mempunyai hutang pajak lainnya maka restitusi yang akan diterimanya lebih
dahulu diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya tersebut.
II. KOMPENSASI PBB
Kelebihan pembayaran pajak yang diterima
oleh WP dapat diterima melalui cara pemindahbukuan (restitusi) tapi dapat pula dialihkan
untuk pembayaran lainnya (kompensasi). Pengalihan pembayaran tersebut dapat
dilakukan untuk:
ketetapan PBB tahun
yang akan datang
hutang PBB atas nama
WP lain
hutang PBB atas nama
WP lain untuk tahun yang akan datang
C. PEMBERIAN IMBALAN BUNGA
Sebab-sebab
pemberian imbalan bunga dan besarnya imbalan bunga :
1. Keterlambatan
penerbitan SKKP PBB dimana bunga diberikan 2% per bulan terhitung sejak
berakhirnya 12 bulan setelah permohonan restitusi diterima sampai dengan
terbitnya SKKP PBB.
2. Keterlambatan
penerbitan SPMKP PBB dimana bunga diberikan 2% per bulan terhitung dari sejak
berakhir 1 bulan dari terbitnya SKKP PBB sampai dengan terbitnya SPMKP PBB.
3. Kelebihan
pembayaran PBB karena permohonan keberatan/banding diterima sebagian atau
seluruhnya, dimana bunga diberikan 2% per bulan maksimum 24 bulan yang
terhitung dari sejak pembayaran PBB sampai dengan terbitnya Surat Keputusan
Keberatan/Putusan banding.
4. Kelebihan pembayaran sanksi administrasi
karena pengurangan/penghapusan sebagai akibat diterbitkannya keputusan
keberatan/banding, dimana bunga diberikan 2% per bulan maksimum 24 bulan yang
terhitung dari sejak pembayaran sampai dengan terbitnya Keputusan Pengurangan/
Penghapusan Sanksi Administrasi.
2.4 PEMBAGIAN HASIL DAN KETENTUAN PIDANA
A. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB
Hasil penerimaan PBB yang diterima oleh
Bank/Kantor Pos TP dari para WP dalam jangka waktu satu minggu (setiap hari
Jum’at) harus dilimpahkan ke Bank/Kantor Pos Persepsi. Oleh Bank/Kantor Pos
Persepsi kemudian dilimpahkan ke Bank/Kantor Pos Operasional III juga pada
setiap hari Jum.at. Kemudian oleh Bank/Kantor Pos Operasional III pelimpahan
penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi tersebut pada setiap hari Jum.at
dibagikan kepada yang berhak menerimanya yaitu :
o
10 % untuk bagian Pemerintah Pusat
o
9 % untuk bagian Biaya Pemungutan
o
16,2 % untuk bagian Pemerintah Propinsi
o
64,8 % untuk bagian Pemerintah
Kabupaten/Kota
Sejak tahun anggaran 1994/1995 bagian
Pemerintah Pusat sebesar 10% dilimpahkankembali kepada daerah Kabupaten/Kota
dengan imbangan sbb :
o
6,5 % dibagikan merata keseluruh daerah
Kabupaten/Kota
o
3,5 % dibagikan sebagai insentif kepada
daerah Kabupaten/Kota yang mengalami nsurplus rencana penerimaan sektor
pedesaan dan perkotaan.
B. KETENTUAN PIDANA
Apabila WP :
1. Karena alpa/lupa :
ü Tidak
mengembalikan SPOP
ü Mengembalikan
SPOP tapi isinya tidak benar atau lampiran tidak benar sehingga menimbulkan
kerugian kepada negara maka akan dikenakan sanksi berupa kurungan maksimum
6(enam) bulan atau denda sebanyak dua kali pajak terutang.
2.
Karena sengaja :
o
Tidak mengembalikan SPOP
o
Mengembalikan SPOP tapi isinya tidak
benar atau lampiran tidak benar
o
Menunjukkan/memberikan surat-surat palsu
atau asli tapi palsu
o
Tidak menunjukkan surat-surat/dokumen
yang diperlukan
o
Tidak menunjukkan data/keterangan yang
diperlukan sehingga menyebabkan kerugian kepada negara maka dapat dikenakan
sanksi berupa hukuman penjara maksimum dua tahun atau dikenakan denda sebanyak
lima kali pajak terutang. Bila hal tersebut diulangi lagi maka sanksi tersebut
menjadi dua kali lipat.
Terhadap yang bukan WP bila melakukan
hal-hal tersebut diatas maka dikenakan sanksi berupa hukuman kurungan maksimum
satu tahun atau denda maksimum dua juta rupiah. Apabila lewat waktu 10 tahun
(kedaluwarsa) maka ketentuan pidana tersebut tidak dapat dituntut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adalah salah satu pajak yang
dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai (BM) dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah
dan/atau Bangunan (BPHTB). PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana
yang lebih ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini
bisa kita lihat dari susunan pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan
perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak lebih dahulu daripada
subjeknya.
Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :
ekonomi
- Artikel Lengkap tentang Valuta Asing
- Deskripsi Bentuk Fisik Tumpukan Uang 1 juta, milliar, triliun U$ dollar
- Makalah tentang Ekonomi Internasional
- Contoh Makalah tentang Korupsi
- Artikel tentang Teori Permainan
- Game Theory (dalam Ekonomi Mikro)
- Artikel tentang Ekonomi Koperasi
- Asas - Asas Koperasi
- Sebelum Memutuskan S2, Informasi Seputar Magister ini Mungkin Bermanfaat?
- Tips Cara Sukses Memulai Bisnis Kuliner
- Penanggulangan Multikolinearitas dengan First Difference Delta
- Memformat angka sebagai persentase
- Teori Nilai Tambah
- MAKALAH EKONOMI PEMBANGUNAN TENTANG PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH PERTANIAN DAN INDUSTRI
- Makalah Ekonomi Makro tentang Investasi dan Konsumsi
- MAKALAH TENTANG INVESTASI
- Daftar terbaru orang terkaya Indonesia 2014 versi Forbes
- Artikel tentang Pemahaman Inflasi
- Harga dan Spesifikasi Oppo Find 7, Baru dan Bekas Terbaru 2015
- Makalah tentang Ekonomi Internasional
- Makalah Sumber Daya Alam
- Analisis Input-Output dengan Excel
- Makalah Industri tentang Pasar Oligopoly
- Makalah tentang PERBANKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar